WIRABEST LEZAT!!!!

Bisnis waralaba pulsa dengan sistem yang mudah.Modal usaha kecil.Prospek cerah.Berkembang pesat.Resiko kecil.Baca selengkapnya..

Mudik


Bulan Ramadhan,Idul fitri dan mudik seperti sudah satu kesatuan tak terpisahkan.Begitu mendekati hari Idul fitri,masyarakat Indonesia beramai-ramai bersiap untuk mudik,kembali ke kampung halaman,berkumpul dengan handai taulan.

Fenomena inipun menjadi begitu dahsyat,jutaan orang bermobilitas dalam waktu yang hampir bersamaan.Jutaan kendaraan tumpah ruah di jalanan Indonesia.Tradisi unik yang hanya ada di Indonesia.Menjadi satu hal yang patut kita banggakan juga.Dan semoga jangan sampai di klaim oleh tetangga kita,heheheheh....

Tahukah Anda bagaimana tradisi mudik ini bermula??Dari beberapa literatur yang saya kumpulkan,mudik sudah ada sejak ratusan tahun silam.Jauh sebelum jaman kerajaan Majapahit.
Yang pertama kali memiliki tradisi mudik adalah orang-orang Jawa yang notabene berasal dari golongan menengah ke bawah. Orang Jawa yang berasal dari golongan atas tidak memiliki tradisi seperti itu. Mungkin mereka juga melakukan hal yang sama, tapi tidak seheboh orang-orang yang berasal dari golongan menengah ke bawah itu.

Secara historis, tradisi mudik merupakan tradisi primordial. Ceritanya, jauh sebelum Kerajaan Majapahit berdiri, masyarakat petani di Jawa telah mengenal tradisi serupa yang disebut "bersih desa". Setahun sekali, desa-desa pertanian di Jawa itu harus mengadakan upacara bersama, biasanya di kuburan. Upacara ini dilakukan untuk memohon keselamatan desanya. Caranya, penduduk desa melakukan doa bersama di tempat pemakaman leluhur mereka dan selanjutnya akan disambungkan ke dewa-dewa. Sebab, menurut kepercayaan mereka, roh leluhur dapat membantu mereka menyampaikan doa kepada dewa di khayangan.

Tidak hanya di Jawa, upacara seperti ini juga dilaksanakan masyarakat Sunda. Namun, yang menjadi kekhasan Jawa, karena yang mengadakan upacara ini penduduk yang berada dalam desa yang besar, biasanya bisa mencapai 100 desa. Sedangkan di Sunda hanya dalam ruang lingkup yang kecil, paling 3 sampai 5 desa saja.

Pada zaman Hindu-Buddha, upacara ini pun tetap dilakukan. Bahkan, rajanya sendiri mengadakan upacara ini dengan srada. Sejak kehadiran agama Islam di tengah masyarakat, tradisi ini pun sedikit demi sedikit dihilangkan karena Islam tidak memperkenankan upacara seperti ini terjadi karena merupakan perbuatan syirik.

Namun, peluang kembali ke desa setahun sekali itu tetap ada, yaitu saat Idulfitri menjelang karena pada saat itulah umat Islam dianjurkan saling memaafkan. Secara tak disengaja, "bersih desa" itu kembali dilakukan masyarakat Jawa walaupun secara tak disengaja inti dari "bersih desa" dengan Idulfitri ini memunyai banyak kesamaan.

Pertama, sebelum melaksanakan upacara "bersih desa", orang-orang desa itu terlebih dahulu harus berpantang, berpuasa, dan membersihkan makam leluhurnya. Hal itu tampak pada zaman sekarang ketika menjelang Ramadan, orang beramai-ramai pergi ke kuburan.

Kedua, sebelum puncak pelaksanaan upacara "bersih desa" itu dilakukan, penceritaan mitos-mitos, baik melalui wayang maupun cara-cara lain. Kalau melihat fenomenanya, sama dengan perintah salat tarawih walaupun tak bisa disamakan.

Ketiga, puncak dari segala macam "ibadah" itu adalah upacara selamatan secara bersama-sama yang dilakukan di kuburan itu, "bersih desa". Hal itu pun sama dengan Idulfitri. Ketika menjelang upacara itulah, orang-orang Jawa yang berada di perantauan diperintahkan pulang ke kampung halamannya. Sebab, tidak afdal jika mereka tidak berada di kampung saat upacara itu dilakukan.

Melihat kesamaan yang ada pada kedua hal ini, orang-orang Jawa yang ada di rantau merasa dipanggil kembali ke kampung. Sebab, pada zaman "bersih desa", mereka juga dituntut pulang.

Zaman terus berganti dan berkembang. Ternyata, tradisi "bersih desa" itu masih begitu melekat di ingatan bahwa setahun sekali mereka harus berkumpul dengan keluarganya walaupun sebenarnya secara esensial tradisi "bersih desa" ini telah digantikan dengan tradisi saling memaafkan. Karena itu, fenomena mudik ini bukan hanya terjadi pada orang-orang Jawa yang beragama Islam, melainkan juga melanda orang-orang Jawa yang notabene beragama non-Islam. Apalagi, kalau hari raya mereka jatuh pada tanggal yang beriringan.

Lalu, mengapa tradisi mudik tidak melekat pada suku-suku di luar Jawa, Sumatera misalnya? Jawabannya, hal itu terjadi karena latar belakang budaya yang berbeda. Walaupun secara sekilas orang Sumatera juga melakukan yang sama, sebenarnya mereka itu hanya ketularan tanpa tahu apa yang sebenarnya melatarbelakangi mudik itu sendiri.

Mudik merupakan tradisi orang-orang persawahan yang hidup berkelompok dan biasanya kelompok itu sangat kuat, baik segi solidaritas dan kebersamaan. Tradisi itu tidak terjadi pada kelompok masyarakat lainnya. Dengan demikian, upacara bersama menjadi penting sekali.

Seiring perkembangan zaman, walaupun tradisi "bersih desa" itu berangsur lenyap, pola pendidikan masyarakat condong disebut arketif. Sejak kecil mereka telah dididik seperti itu, tiap tahun harus berkumpul dengan keluarga. Sebenarnya, mereka tidak tahu mengapa mereka diperintahkan seperti itu. Bukan "bersih desa", bukan apa, tapi mesti kumpul, yaitu pada saat Lebaran.

Simpulannya, disadari atau tidak, Lebaran telah menggantikan tradisi "bersih desa" dulu. Karena tradisi "bersih desa" itu sudah tidak ada, upacara berkumpul sudah hilang setelah mayoritas beragama Islam, dipakailah suatu hari untuk "bersih desa", ya Lebaran.

Akhirnya, tradisi mudik itu sudah menjadi naluri. Karena itu, pulang ke kampung halaman merupakan kebutuhan setiap tahun. Waktu yang paling tepat adalah ketika Idulfitri menjelang.Yang penting acara mudik Anda tidak mengganggu ibadah Anda di bulan Ramadhan ini..Bagaimana mudik Anda?

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered By Blogger | Portal Design By Trik-tips Blog © 2009 | Resolution: 1024x768px | Best View: Firefox | Top